Minggu, 29 Januari 2012

MENGANGKAT TULANG-TULANG, CARA ORANG KARO MENGHORMATI LELUHURNYA


Orang Karo sangat beradat dan menghargai leluhur sehingga secara khusus memilki kebudayaan mengumpulkan kembali tulang-tulang leluhur yang telah lama meningal dunia. Cara ini dikenal dengan Nampeken TULAN-TULAN (Nampeken = mengambil dalam arti mengumpulkan kembali , Tulan-tulan = Tulang/ skeletons). Dalam bahasa sederhananya dikatakan MUAT TULAN-TULAN (MUAT= MENGUMPULKAN). Muat tulan-tulan  merupakan satu dari sekian banyak upacara adat karo,sebagai wujut penghormatan kepada orang tua dan leluhur.
Biasanya acara seperti ini dilakukan di JAMBUR.  Jambur adalah Rumah tempat penyelengaraan kegiatan adat suku Karo yang lebih besar dari sebuah pesta perkawinan. Bayangkan saja sejumlah anak beranak empat hingga lima keturunan berkumpul bersama untuk mengujutkan acara ini.
                                   Pengumpulan tulan-tulan (SAPO HOLLAND FB GROUP)  
                                 Muat Tulann-tulan (Nampeken Tulan-tulan) foto Sapo Holand NL FB Community
 
Biasanya acara seperti ini dilakukan di JAMBUR.  Jambur adalah Rumah tempat penyelengaraan kegiatan adat suku Karo yang lebih besar dari sebuah pesta perkawinan. Bayangkan saja sejumlah anak beranak empat hingga lima keturunan berkumpul bersama untuk mengujutkan acara ini.

SI BERU DAYANG : ASAL MULA PADI (LEGENDA KARO)


Si Beru Dayang adalah istilah masyarakat Tanah Karo, Sumatera Utara, untuk menyebut nama tanaman padi. Konon, padi atau beras yang kini menjadi makanan pokok masyarakat Tanah Karo merupakan penjelmaan seorang anak laki-laki yang bernama Si Beru Dayang. Bagaimana Si Beru Dayang dapat menjelma menjadi tanaman padi? Ikuti kisahnya dalam cerita Si Beru Dayang berikut ini!



Alkisah, di Tanah Karo, Sumatera Utara, Indonesia, berdiri sebuah negeri yang dipimpin oleh seorang raja yang arif dan bijaksana. Saat itu, penduduk negeri itu belum mengenal tanaman padi. Makanan pokok mereka adalah buah kayu yang banyak terdapat di sekitar mereka. Meski hanya menggantungkan hidup pada buah kayu tersebut mereka dapat hidup makmur dan sejahtera.

Suatu ketika, kemarau panjang melanda negeri tersebut sehingga pepohonan yang baru saja mulai berbuah menjadi layu. Malapetaka itu pun menyebabkan seluruh penduduk negeri menderita kelaparan. Tubuh mereka tampak lemah dan kurus karena kekurangan makanan. Di antara penduduk tersebut tampak seorang anak laki-laki yang sudah yatim bernama si Beru Dayang sedang menangis di pangkuan ibunya. Tubuh bocah itu kurus kering dan wajahnya sangat pucat. Bocah itu kemudian merengek-rengek minta makan kepada ibunya.

“Ibu, aku lapar... Aku mau makan Bu,” rengek anak itu.

Tangisan si Beru Dayang benar-benar menyayat hati ibunya. Namun, sang ibu tak dapat menolongnya. Ia hanya bisa meneteskan air mata sambil merangkul anak semata wayangnya. Semakin lama tubuh si Beru Dayang semakin lemas hingga akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya di dalam pangkuan sang ibu. Melihat anaknya tidak bernyawa lagi, sang ibu seketika menangis histeris.

“Anakku, jangan tinggalkan Ibu nak!” tangis sang ibu sambil merangkul erat anaknya.

Para warga yang mengetahui hal itu segera mengubur si Beru Dayang di makam perkampungan. Sejak kepergian anaknya, kesedihan sang ibu semakin bertambah karena hidupnya semakin sepi. Orang-orang yang ia cintai dan sayangi semuanya telah pergi meninggalkan dirinya untuk selama-lamanya.

“Tidak ada lagi gunanya aku hidup di dunia ini. Semua yang aku miliki telah sirna,” kata ibu itu dengan putus asa.

Ibu si Beru Dayang pun memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Dengan tubuh yang lemah, ia berjalan menuju ke sungai yang berada di ujung kampung. Setiba di tepi sungai, ia berdoa kepada Dewata agar segera merenggut nyawanya.

“Ya, Dewata Yang Maha Agung! Hilangkanlah kesedihan dan nestapa hamba untuk selamanya!” pinta ibu itu.

Usai berucap demikian, ibu si Beru Dayang langsung terjun ke dalam sungai yang dalam. Sungguh ajaib, begitu tubuhnya menyentuh air, tiba-tiba ia menjelma menjadi seekor ikan. Tak seorang pun warga yang menyaksikan peristiwa ajaib itu karena mereka semua hanya memperdulikan diri sendiri yaitu bergelut melawan rasa lapar.

Sudah beberapa bulan telah berlalu, namun musim kemarau belum juga berakhir. Semua tumbuh-tumbuhan telah mengering bagaikan habis terbakar. Korban pun semakin banyak yang berjatuhan. Hampir setiap hari terdengar isak tangis kematian yang memilukan di negeri itu.

Sementara itu, warga yang masih kuat bertahan berupaya mencari makanan untuk sekadar pangganjal perut. Di tengah padang yang kering kerontang tampak dua orang anak kecil sedang mengais-ngais tanah untuk mencari umbi-umbian. Setelah beberapa saat mengais tanah, salah seorang dari mereka menemukan buah berbentuk bulat sebesar buah labu.

“Hai, lihat! Buah apa yang aku temukan ini?” tanya salah seorang dari anak itu.

Anak yang satunya segera mendekati temannya. Ia hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala setelah mengamati buat itu pertanda tidak tahu karena ia sendiri belum pernah melihat buah seperti itu.


 Akhirnya, kedua anak tersebut membawa pulang buah itu untuk ditunjukkan kepada orang tua mereka. Ternyata orang tua mereka juga tidak tahu mengenai buah itu karena baru kali itu melihatnya. Penemuan buah yang asing oleh kedua anak tersebut membuat gempar seluruh penduduk negeri. Sang Raja yang mendapat laporan dari salah seorang warga pun berkenan datang untuk melihatnya. Saat raja dan para penduduk berkumpul melihat buah itu, tiba-tiba terdengar suara dari angkasa.

“Wahai penduduk negeri! Buah yang ada di hadapan kalian adalah penjelmaan seorang anak laki-laki kecil yang bernama Si Beru Dayang. Potong-potonglah buah itu hingga halus dan kemudian tanamlah hingga tumbuh menjadi subur. Jika buah penjelmaan Si Beru Dayang itu kalian pelihara dengan baik, kelak akan berbuah dan menjadi makanan kalian. Anak itu sangat merindukan ibunya. Pertemukanlah ia dengan ibunya yang telah menjelma menjadi ikan di sungai! Niscaya kalian tidak akan kelaparan lagi,” ujar suara ajaib itu.

Tanpa berpikir panjang, sang raja segera memerintahkan rakyatnya untuk melaksanakan semua pesan yang disampaikan oleh suara itu. Para warga pun segera memotong-motong buah itu hingga halus, kemudian mereka tanam dan rawat dengan baik. Bersamaan dengan itu, kemarau pun berakhir. Hujan deras pun mulai turun sehingga potongan-potongan buah itu tumbuh dengan subur menjadi tanaman yang menyerupai rumput.

Dua bulan kemudian, tamanan itu berbunga dan berbuah. Buahnya berbulir atau bergerombol dalam setiap tangkai. Setelah genap tiga bulan, buah tanaman itu pun menguning dan siap untuk dipanen. Sang raja bersama seluruh rakyatnya pun segera memanen buah itu dengan suka ria. Setelah dipanen, buah itu kemudian mereka jemur dan tumbuk untuk memisahkan kulit dengan isinya. Isinya itulah kemudian mereka masak dan cicipi bersama-sama.

“Hmmm... rasanya enak dan gurih,” kata sang raja setelah mencicipi masakan itu.

Sejak itulah, penduduk Tanah Karo membibit dan memelihara tanaman yang kemudian mereka sebut Beru Dayang. Makanan pokok mereka yang semula dari buah kayu pun beralih ke Beru Dayang. Untuk mempertemukan Si Beru Dayang dengan ibunya, masyarakat Tanah Karo menyantap makanan itu bersama dengan ikan yang dipercaya sebagai penjelmaan dari ibu Beru Dayang.

Ternyata, buah tanaman yang sering mereka sebut Beru Dayang itu adalah padi. Meski demikian, masyarakat Tanah Karo tetap menyebut buah padi itu dengan istilah Beru Dayang. Bahkan, mereka memiliki beberapa nama untuk menyebut Beru Dayang tersebut seperti si Beru Dayang Merengget-engget yaitu ketika tanaman padi masih berumur enam hari, dan si Beru Dayang Meleduk yakni ketika tanaman padi sudah berumur satu bulan.

* * *
Demikian cerita Si Beru Dayang dari daerah Tanah Karo yang mengisahkan tentang asal mula padi. Cerita di atas termasuk kategori legenda yang di dalamnya terkandung pesan-pesan moral. Salah satunya adalah pentingnya sikap saling kerjasama dalam mengatasi masalah. Hal ini terlihat pada sikap dan perilaku sang raja dan para warganya bersama-sama untuk menanam dan merawat buah yang ditemukan oleh dua orang anak kecil itu. Berkat kerjasama tersebut, mereka pun terbebas dari bencana kelaparan

Bandingkan tulisan "the concept of female spirits and the movement of fertility in Karo Batak culture (Sumatra)"
Source: Asian Folklore Studies
Publication Date: 10/01/1997
Author: Goes, Beatriz van der
COPYRIGHT 1997 Asian Folklore Studies

Senin, 23 Januari 2012

TURI – TURIN RAGUM MENCI


Di tulis dalam bahasa Indonesia dan Karo

Di sore hari tampaklah seekor tikus ( menci )yang lagi panik ketakutan meliahat sebuah perangkap ( Ragum ) tikus yang di pasang oleh seorang petani di rumahnya,dengan penuh rasa waswas si tikuspun berlari kesana-kemari tanpa tau apa yang harus dia kerjakan untuk mengatasi rasa takutnya itu.
Ketika berlari dia bertemu dengan si Ular ( Nipe ) dan dia berseru kepadanya  “ O..nipe lit kebiaren,lit ragum menci i bahan pejuma-juma I rumahna mbiar kel aku,kena kari aku,sampati ndu min aku ( ada perangkap tikus di pasang petani di rumaya,saya sangat taku ,nanti saya bias kena ),Sang ular berkata “Labo urusenku e,ente lawes ko,ku pan ko kari leben ,ente lawas !!” hardik si nipe
Didalam kepanikannya itu sang tikus bertemu dengan ayam (manuk ), sang tikus berkata kepada ayam “O manuk ada bahaya ( lit kebiaren ) “ ,ayampun menjawab dengan sedikit waswas “kai kin e menci ,mbiar ka pe aku “kata ayam ( nina manuk ),
Menci berkata “Bahaya ,ada ragum menci di pasang petani di rumahnya,engo ku kataken man nipe n,si nipe pe la ngit nampati aku “dengan penuh ketakutan si menci menceritakannya ke manuk tersebut.si manuk pun menghela napas dan berkata”O…alah….,kirain apa.rupanya ragum menci to,koq kamu bilang ke saya,itu bukan urusan saya,itukan urusan kamu,kamu buat resah saya saja,pergi kamu sana,jangan gangu hidubku” Sambil berlalu si maukpun menggerutu.Dengan kecewanya si mencipun berlari masih dengan rasa paniknya dan bertemu dengan si kambing dan menceritakan tetakutannya itu dan sebelumnya dia jguga seudah mengatakan hal ini kepada ular dan ayam, si kambing pun berkata “ ente lawes ko mengangu aku saja pendahin mu ena,labo urusanku “ dengan kesal si kambing berlalu dan si menci tetap dalam kekecewaann dan ketakutanya pergi mencari petolongang ke yang lainnya,sehinga bertemulah dia dengan sang Lembu lalu berteriak “O….Lembu,sampati sitik aku !!”  lembu pun berkata “kai kin e menci “,menci pun bercerita ketakutan yang iya alamai “O..Lembu lit kebiaren,lit ragum menci i bahan pejuma-juma I rumahna mbiar kel aku,kena kari aku,sampati ndu min aku “, sambil melalap rerumputan si lembu berkata “ci….menci,engko tuhuna,she kel motumu,ngkai ka maka katakenmu man bangku,bicara lit pe ragum menci labo aku banci kena,ku dedeh saja pe banci perper nge ragum e,pala engko si kena,banci mate banna” ,menci “sampatikel aku lembu,mekuah min ate ndu ,prprkrn sitik ragum e sebab mbiar kel aku kena” ,jawab lembu “sangana kel sibuk aku enda ,pagi kedun saja ya ,e pe adi ku inget “,dengan kecewa si menci pun berlalu.
 Dengan rasa takut dan was-was si menci pun meringkuk di sudut ruangan tanpa dapat berbuat apa-apa.smapai soredia tetap dalm ketakutannya.
  Karena hari sudah sore dan sang ular sangat lapar karena tidak dapat buruan berhari-hari
Diapun mendekat ke perkampungan penduduk hendak mencari mangsa,dia melihat ada lubang tikus di salah satu sisi rumah petani,tanpamenungu waktu lagi,dia langsung njoler ke lubang ( Merayap )  tikus itu dan seketika itu juga si tikus kena ragum yang di pasang petani .menengar reagumnya bersuara karena sudah mengenai mangsa,sang petani pun bergegas mendekati ragum tersebut dan tanpa sadar bawa yang kena ragum adalah ular dia tetap mendekat,seketika itu juga petani di patuk ular tersebut.
Petani itupun kesakitan ,di ambilnya parang ,lalu di tebasnya si ular sampai mati.
Karena ular yang mengigit petani lumayan berbisa,si petanipun jatuh sakit dan tidak ada napsu makan,istri petani berkata “kai kin ban bengkau ndu maka lit seleranndu man,ku idah reh lemasna kam e pak e “ si petani berkata “merincuh kel aku tasak telu,geleh ndu sitik manuk ta ah mak e “ dengan segera si istripun menangkap si manuk untuk segera dibuat tasak telu.si manuk pun menuju ajalnya seperti si nipe.
 setelah dua  hari kondisi petani pun makin memburuk dan istri petani mengundang tetangga dan kerabat dekat untuk medoakan agar suaminya di doakan agar lekas sembuah,melihat saudara yang dating agak banyak jumlahnya maka anak beru petani melihat ada kambing di lading,maka anak beru pun menyembelih kambing untuk di jadikan lauk pada acara itu,si kambing pun munuju ajalnya,sama seperti nipe dan manuk.
 Karena tidak di temukan obat yang mujarap ahirnya si petani pun meninggal dunia,maka datanglag sanak saudara dan para sahabatnya untuk melayat pada upacara adat kematiannya.karena yang dating jumlahnya sangat banyak  dan anak beru harus menyiapkan makanan untu semua pelayat,maka anak beru menarik si lembu dari kandangnya untu segera di sembelih,seketika itu juga si lembu jg mengikuti nasip teman-temannya yang sebelumnya.
 Inilah sebuah cerita ( Fabel ) yang di angkat dadi renungan Natal 2011 yang dibawakan oleh Pdt.Dharma Ginting S,pd.yang ingin menyampaikan pesan keperdulian terhadap sesama, apa yang bisa kita berikan untuk membantu sesama adalah upaya kita untuk mengurang dampak bencana dimasa depan.
Semoga cerita ini dapat menggugah nurani kita untuk perduli terhadap sesama kita.
Bujur ras mejuah-juah.


Dipersembahkan Oleh  :  Ade fani Ketaren 110112


Jumat, 20 Januari 2012

KI PAHIT nina kalak Sunda

Akarnya ibarat reaktor pupuk dan hormon sekaligus

Itulah akar tanaman titonia Tithonia diversifolia yang dulu dianggap gulma. Di perakaran titonia ternyata hidup jutaan cendawan dan bakteri pelarut kalium dan fospat. Sebut saja bakteri kel.........ompok Azotobacter sp dan Azospirillum sp. Mahluk supermini itu melarutkan kalium dan fospat yang umumnya mengendap dalam tanah serta menambat nitrogen dari udara.

Anggota keluarga Asteraceae itu pun muncul menjadi tanaman ajaib. Ia mampu menolong pekebun yang kesulitan pupuk buatan pabrik karena langka dan mahal. Belakangan terungkap bakteri di zona perakaran titonia juga menghasilkan fitohormon seperti auksin, giberelin, dan sitokinin. Akar tithonia juga terinfeksi cendawan mikoriza yang mampu memperluas zona perakaran. Mikoriza ibarat penambang hara sehingga tanaman efektif menyerap hara.

Serangkaian riset di Universitas Andalas, Padang, selama 11 tahun membuktikan titonia tak sekadar pupuk hijau biasa. Anggota keluarga kenikir-kenikiran itu mengalahkan pupuk hijau dari keluarga legum yang kaya rhizobium bakteri penambat N. Selama ini keluarga legum disebut pupuk hijau terbaik. Kini tithonia—dengan mikoriza, azospirillum, dan azotobacter—lebih unggul karena menyediakan nitrogen, kalium, fosfat plus fitohormon sekaligus.

Lebih unggul

Penelitian di Rambatan, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, juga menunjukkan tithonia lebih baik ketimbang pupuk kandang kotoran sapi dan kotoran ayam. Bahkan kipahit itu lebih unggul dari 100% pupuk pabrik. Tengok saja kombinasi 4 ton kompos tithonia, 2 ton kapur, dan 50% pupuk pabrik—yang biasa dipakai petani jagung—menghasilkan panen 9,8 ton biji/ha. Sementara tanpa titonia dengan 100% pupuk pabrik hanya 9,6 ton biji per ha. Artinya titonia mampu menghemat 50% pupuk pabrik tanpa mengurangi hasil.

Hasil jagung dengan titonia itu jauh lebih tinggi dari panen pekebun di daerah setempat yang hanya 4,6 ton biji/ha. Maklum, pekebun di sana umumnya belum mengenal kapur dan kompos titonia dalam menanam jagung. Ketika titonia pada kombinasi itu diganti 5 ton kotoran sapi dan 5 ton kotoran ayam, maka hasil panen masing-masing hanya 7,9 ton dan 9,2 ton. Riset lain pada melon, padi, dan sawit pun menunjukkan hasil serupa: tithonia lebih unggul dari kotoran sapi, kotoran ayam, dan 100% pupuk pabrik. Ia juga dapat menghemat 50% pupuk pabrik.

Laporan beragam riset itu jelas kabar gembira buat pekebun. Selama ini penyediaan kotoran sapi dan kotoran ayam sebagai pupuk organik jadi kendala karena pasokan terbatas. Hanya kebun yang berdekatan dengan peternakan saja yang mudah memperolehnya. Mengangkut 5 ton—setara 1 truk—pupuk kandang dari peternakan ke kebun menjadi lebih mahal dibanding pupuk pabrik yang lebih sedikit, 100—200 kg. Berbeda dengan titonia yang dapat ditanam sebagai pagar kebun seluas 1/5 luas kebun dan dapat dipanen setiap 2 bulan.

Mudah tumbuh

Bunga matahari meksiko (mexico sunflower)—sebutannya di mancanegara—itu mudah tumbuh dengan setek atau biji. Pertumbuhannya cepat dengan biomassa yang besar: akar banyak, batang lembut, dan daun banyak. Ia dapat ditanam sebagai pagar di sekeliling kebun atau pagar lorong di antara guludan. Dengan luasan titonia 1/5 dari luas kebun dapat memasok pupuk untuk 4/5 kebun yang diusahakan. Sebagai contoh pada lahan seluas 1 ha ditanam pagar titonia seluas 2.000 m2.

Dari lahan seluas itu dapat dipanen 30—35 ton tithonia segar dalam setahun atau setara 6—7 ton bahan kering. Karena pertumbuhan tunas cepat, ia dapat dipanen bertahap setiap 2 bulan untuk dibuat kompos. Bahan organik itu setara 185 kg nitrogen, 20 kg posfat, dan 186 kg kalium. Jumlah nitrogen itu jelas lebih tinggi dari dosis rekomendasi pupuk urea pada jagung sebesar 300 kg urea/ha atau setara 138 kg nitrogen.

Sayang, tanaman ajaib itu belum banyak dipakai sebagai pupuk organik di tanahair. Padahal di Sumatera Barat tithonia banyak tumbuh di tepi jalan dan lahan telantar sebagai gulma pengganggu. Contohnya di sepanjang jalan dari Padang menuju Solok, Bukittinggi, serta Sitiung. Di tepi jalan banyak tithonia tumbuh subur. Orang Minang menyebutnya sebagai bunga pahit. Sementara di Jawa Timur dikenal sebagai pahitan dan di Jawa Barat, kipahit. Laporan penelitian di mancanegara menyebut hanya Kenya, negara yang paling banyak menggunakan tithonia sebagai pupuk hijauan.

Baru setahun belakangan Syamsul Asinar Radjam, pekebun sayur mayur di Sukabumi, Jawa Barat, melaporkan di blog pribadi, kompos kipahit lebih unggul ketimbang kompos sayur mayur, rerumputan, cebreng, dan jerami. Menurutnya lahan yang disebarkan kipahit lebih gembur. Cacing yang dikenal memperbaiki kesuburan tanah pun lebih banyak ditemukan dibanding yang disebar pupuk organik lain. Kelak, anggota keluarga kenikir-kenikiran itu bakal menemani hijauan dari keluarga legume sebagai pupuk hijau sahabat pekebun. (Prof Nurhayati Hakim, Guru Besar di Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Andalas dan Destika Cahyana SP, praktikus pertanian di Jakarta)
Bberapa cara penggunaannya
Harry Surbakti Saya mencoba mengambil daun dan batang pohon ini. Lalu saya pukul dan memarkan, terus ditaruh dalam kaleng bekas Kong Guan. Setelah beberapa hari mulai busuk dan berair. Airnya saya campur dengan air hujan dan disiram ke bunga bunga. Kayaknya mulai membaik bunga itu. Tapi ini masih baru, saya mau coba terus lebih banyak ber experiment.
Edie Nirwan Yoselina Ketaren >> pemanfaatan thitonia sangat sederhana yaitu mencacah daun dan batang thitonia lalu dibusukkan dalam plastik sehingga diperoleh cairan hasil pembusukan. cairan inilah yg mengandung urea yg cukup tinggi. (piga wari dekahna ngiat lit cairen hasil pembusuken e turang 

Nusantara Tarigan proses pengolahen Daun Kipahit :
Daun kipahit 5 Kg ( 0,5 guni kitik)
Plastik sibiasa i pake untuk tempat wortel
Batang ras bulung kipahit dipotong sekitar 5 cm, masuken kubas plastik.
ikat bagian atas ras bawah, setelah 1 minggu air kipahit sudah mengumpul dan plastik siap dibocorkan dan ditampung airnya

pengolahan akar kipahit :
Akar kipahit 4 Kg
Air bersih 10 liter
Terasi 1 kg
Gula merah 0,5 kg
dedak 2 Kg
Akar kipahit direndam dalam air 10 l selama 4 hari
setelah 4 hari Terasi, gula merah dan dedak dimasak selama 1 jam, setelah dingin dicampur dengan air yg sudah direndam akar kipahit, tutup rapat selama 14 hari, jadilah mol yg cukup bagus
 
Yoselina Ketaren ‎pembusukkan daun tergantung kondisi..jika lembab, maka semakin cepat.. Kurang bisa aku memastikan tp biasanya lebih dari seminggu kita akan liat daun mulai busuk..semakin dicacah dan dilayukan dulu maka smakin mudah busuk..Jangan lupa plastiknya diikat. Dan saat daun busuk bercampur dgn uap air di plastik, maka kita akan dptkan urea cair..Selamat mencoba ya..


Kamis, 05 Januari 2012

RUMAH UMANG ( GUA KEMANG ) RUMAH Rumah Orang Bunian

Gua Umang atau Batu Kemang oleh J.H Neumann 

Salah sada dokumen emekap tulisen Pandita JH Neumann tahun 1905, kira kira seratus enem tahun si lewat, judulna “Rumah Umang” (Gua Kemang). I ja kin rumah umang, janah kai kin umang?

Adi nina tua tua kalak Karo, umang emekap sejenis mahluk halus si mirip ras jelma tapi belinna kira kira seperempat belin jelma biasa. Erdalan mungkuk janah tukul tukulna arah lebe, kambal kambalna ngala ku pudi. Umang beluh ngelimun (menghilang), emaka labo teridah adi lakin dua lapis pengenen matanta, pala ate umang kin encidahken bana. Nina kin kunu (konon), nai nai pernah nge anak kuta sekitar Sibolangit babaken umang.

Kenca bene kira kira dua minggu, rempet ia seh i darat kuta. Orang tua, kade kade ras pe anak kuta enggo latih daram daram ise pe la ngidahsa sepulu telu wari dekahna. Emaka nuri nuri me si bene enda ndai maka mbaru denga ia ndahi kerja kerja meriah i sada kuta si sehkal jilena. Erkata gendang, suari berngi, landek landek, man minem, uis mejile, ayam ayam pirak mbentar ras emas megersing, tempa tempa tading ibas astana kerajan si sampur dadih ras tengguli.

Emaka megati nge gel gel i begi anak kuta sora rende ras gendang meriah dauh dauh nari, tapi adi i dahi kempak asal sora, kai pe labo jumpa. Amin bage gia, i kuta Durin Tani deher Sembahe, baluren Lau Betimus lit me ije guha batu bas awak reben. Nina tua tua sidekah eme rumah umang si enggo tadingkenna. Janah terbernehen i tepi lau Betimus lit ka ije ‘batu pertenunen’ ras pe ‘batu penjemuren’. Ibas berngi tertentu deherken rumah umang e megati ka idah kalak sekin tah patuk pesai juma. Begi sorana, tapi la idah jelmana.

Neuman di Batoe Kemang, 1906
JH Neumann tiba tahun 1900 dan belajar Bahasa Karo di Jakarta selama satu tahun. Mulai bekerja di Sibolangit dan sekitarnya 1901 dan wafat di Medan 1949. JH Neumann bukanlah sarjana Theologi. Beliau
ditabalkan sebagai Pendeta setelah teruji kirprahnya sebagai penginjil aktif dan berbuat banyak bagi masyarakat Karo pada zamannya. Dia menerjemahkan Alkitab ke dalam Bahasa Karo dan beberapa buku cerita alkitab lainnya. Beliau juga menulis Kamus Bahasa Karo – Bahasa Belanda yang pertama. Beliau adalah penginjil yang paling lama melayani di daerah Karo dan ikut membidani lahirnya GBKP. Itulah sebabnya GBKP menabalkan namanya di Sekolah Tinggi Managemen Informatika dan Komputer sebagai STMIK Kristen Neumann Indonesia.
Di tahun tahun awal pelayananya, tepatnya 17 dan 18 May 1906 JH Neumann bersama E.J. Van Den Berg mengulangi kunjungannya ke Batoe Kemang. Mencatat secara detail semua temuannya. 



DE BA TOE KËMANG, NABIJ MEDAN.
DOOR
E.  J. VAN DEN liERG en J. H. NEUMANN',
Nadat reeds door verschillende personen, en ook door ons herhaaldelijk een bezoek was gebracht aan de Roemah Oemang, of ook wel Batoe Kemang geheeten, gingen wij den 17 en 18 Mei 1906 daar weer heen ten einde door opmetingeu dezen steen iu kaart te brengen, en zoodoende er de aandacht van meer bevoegden op te vestigen.

Wanneer men den straatweg van Medan naar Bandar Baroe volgt, heeft men even voorbij het dorp Simbahe een voetpad, dat ons uaar de kampong Doerian Tani br engt, een klein dorp aan gene zijde van de Bëtimoes-rivier gelegen. Ongeveer 10 minuten van dit dorp treft men een grooten steen aan die — zie fig. a op Plaat I — een zeer regelmatige gedaante vertoont. Volgens de legende is deze steen de woonplaats geweest van een kabouter, hier omeng of kemang geheeten; vandaar dat de steen den naam draagt van Roemah Oemang = Huis van den Kabouter, of  Batoe Kemang = Kaboutersteen.