Kamis, 29 Desember 2011

Turi-turin Cupak

Turi-turin Karo dalam Bahasa Indonesia

Tumba, Gantang, dan Cupak adalah 3 orang bersaudara yang telah lama ditinggal mati oleh kedua orang tuanya, kehidupan yang teramat miskin membuat mereka harus memutuskan tinggal di ladang, dan disanalah mereka bertani sekaligus mendirikan rumah (sapo).

Suatu malam yang indah, ketika suara-suara hewan malam di pepohonan hutan rimba tak jauh dari perladangan mereka bersorak sorai menyambut kedatangan bulan yang terang, serta riak air sungai menambah semakin terasa suasana yang nyaman dan tentram bagi manusia-manusia yang memang dapat menyatukan jiwanya dengan alam.

Tumba, Gantang, dan Cupak sudah selesai makan malam di sapo mereka, sambil menunggu mata mengantuk, mereka menghabiskan waktu dengan meminum air nira sambilan bercerita. Mereka membahas cerita bagitu menarik untuk malam ini, sebab cerita yang dibahas adalah cerita tentang tujuan hidup atau cita-cita hidup antara mereka bertiga.

Giliran Tumba sebagai abang yang tertua yang ditanya apa kira-kira cita-cita hidupnya, oleh kedua adiknya Sigantang, dengan Sicupak.

“Kalau abang apa cita-citanya?” kata Gantang serempak bertanya dengan Cupak kepada si Tumba. “Makan yang kenyang dengan lauk cabe tumbuk dengan ramuan kemiri atau kacang, dan setelah selesai makan, meminum air nira sepuasnya” Ujar Tumba dengan bangganya kepada adiknya.

Ketiga giliran Gantang juga mengutarakan cita-citanya juga tidak jauh berbeda dengan cita-cita yang diutarakan oleh Tumba sebelumnya. “Makan yang kenyang dengan lauk cabe tumbuk dengan ramuan kemiri atau kacang, dan setelah selesai makan, meminum air nira sepuasnya, kalau bisa sambil memanggang ikan sungai dikala malam hari” Ujar Gantang tak kalah bangganya dengan Tumba.

Namun ketika giliran si Cupak untuk mengutarakan cita-citanya, sungguh sangat jauh berbeda dengan apa yang dicita-citakan oleh kedua abangnya. “Aku bercita-cita, dimana suatu hari kelak aku mengkehendaki pergi kebarat, maka pada waktu itu juga aku bisa sampai disana, dan begitu aku berkehendak pergi ketimur, maka pada saat itu juga sampai di timur” ujar Cupak dengan agak malu terhadap kedua abangnya.

“wah cita-cita mu terlalu tinggi, ntar kamu akan cepat tua, bila kamu terus bercita-cita yang bukan-bukan” Ujar Tumba dan Gantang serempak kepada adiknya.

Karena malam semakin larut, percakapan mengenai cita-citapun mereka akhiri, namun ketika Cupak sudah terlelap tidur, Tumba dan Gantang masih belum dapat memejamkan mata. Ternyata mereka masih terus memikirkan tentang cita-cita Cupak yang begitu tinggi. “ Wah gawat kalau adik kita mempunyai cita-cita yang terlalu tinggi seperti itu, jangan-jangan kita nantinya bisa dibunuh oleh dia, dan menjual tanah warisan tanah orang tua kita yang tersisa ini, untuk meraih cita-citanya”. Kata Tumba, sambil Gantang Juga Mengiakan.
“Besok kita coba tanya kembali cita-cita si Cupak, kalau memang besok juga dia tetap bercita-cita seperti yang dia bilangkan tadi, berarti kita harus bertindak sebelum segala sesuatunya terlambat” Kata Gantang dan disepakati juga oleh Tumba.

****
Pada malam ke-esokan harinya, ketika juga sudah selesai makan malam, sambil menunggu mata mengantuk mereka kembali membicarakan hal tentang cita-cita. Seperti cita-cita yang sudah diutarakan oleh ketiganya pada malam sebelumnya, maka pada malam ini juga tidak ada perubahan cita-cita, baik oleh Tumba, Gantang, maupun Cupak.

Ketika pembicaraan selesai karena malam semakin larut, cupak kembali terlebih dahulu terlelap tidur sama seperti hari-hari sebelumya. Namun Tumba dan Gantang semakin tidak bisa memejamkan mata, karena Cupak masih tetap dengan pendirian cita-citanya yang begitu tinggi.

“Gini Gantang, kita harus bertindak cepat sebelum nantinya kita dicelakakan oleh Cupak, sebab cita-citanya sudah terlalu tinggi, dan kita bakal akan dibahayakan olehnya” Kata Tumba Kepada adiknya gantang.

“Kalau gitu tindakan apa yang harus kita perbuat?” ujar Gantang kepada Tumba. “Besok kita bawa saja anak ini ke sungai, dan ketika kita mandi di sungai, kita hanyutkan aja si Cupak biar mati” kata Tumba kepada Gantang.

Mereka berduapun sepakat untuk keseokan harinya akan membunuh si cupak, dengan cara menghanyutkanya di sungai.

*****
Ketika siang hari, dimana setiap siangnya mereka bertiga selalu pergi ke suangi untuk menghilangkan gerah dari sengatan matahari, dan begitu juga dengan siang ini, mereka pergi menuju sungai dengan perlengkapan-perlengkapan seperti tambe (tempat air yang terbuat dari bambu) juga beberapa potong kain agar nantinya di cuci di sungai.

Saat yang direncanakan pun tiba, ketika Cupak lagi asik-asiknya berenang disungai, dan pada kesempatan itu juga, dia diahanyutkan oleh kedua abangnya. Cupak histreris minta tolong, namun tidak dihiraukan oleh kedua abangnya, karena hal ini memang sudah direncanakan sebelumya oleh kedua abangnya ini.

Cupak hanya bisa pasrah dengan keadaan, dan semakin lama, semakin jauh terseret oleh derasnya arus sungai, menuju ke muara.

****
Ayam hutan berkokok pada sebuah pohon besar bertanda pagi telah tiba, dan tepat pada akar pohon yang besar itu, tersangkut sesosok tubuh manusia, dengan rasa sakit dan perih sesosok manusia itu mencoba bangkit menuju daratan.

Ada suatu kejanggalan dengan kejadian tersebut, dimana biasanya ayam hutan yang bersifat liar, dan takut melihat keberadaan manusia, namun pada saat itu secara perlahan-lahan menghapiri sesosok tubuh yang masih lemah tersebut.

Ayam hutan mematuk-matuk kepalanya dengan perlahan, membuat sesosok manusia tadi kaget, dan berdiri dengan perlahan lahan. Ayam hutan kembali mematok kakinya dan bagian tubuh yang lainya.

Karena sesosok manusia yang tak lain adalah Cupak ini merasa sangat janggal dan aneh dengan kejadian ini, maka dia mencoba menghimpun tenaga yang tersisa untuk, segera pergi meninggal tempat tersebut. Namun ketika dia semakin cepat berjalan, semakin cepat pula ayam hutan mengikutinya, sehingga meskipun Cupak teramat lemah namun berusaha berlari karena sangat ketakutan.

Karena terus berusaha lari dari kejaran ayam hutan, Cupak pun akhirnya tiba disebuah perladangan yang banyak di tanami tanaman jagung, namun ketika sampai diperladangan pun ayam hutan masih terus mengikutinya.

Cupak pun pingsan untuk kedua kalinya diperladangan tersebut, namun ayam hutan masih terus menunggui cupak tanpa beranjang dari tempanya menengger.

Seorang wanita paruh baya pemilik ladang jagungpun tiba dari kampung, ketika hendak ingin membersihkan lahan jagungnya tersebut. Namun dia sangat terkejut, karena dia melihat sesosok tubuh anak laki-laki tergeletak sangat lemah di tepi Sapo di perladangan jagungnya.

Dia berusaha untuk membangunkan Cupak, usahanya kelihatan berhasil dan cupak pun terbangun dari pingsannya. “kamu kenapa nak” Tegur wanita paruh baya terhadap cupak dengan perasaan yang iba melihat kondisi cupak yang begitu sangat lemas.

Cupak pun bercerita dari awal sampai akhir, sehingga dia bisa sampai diperladangan wanita separuh baya tersebut. Karena wanita ini semakin kasihan melihat cupak dan juga tentang yang cupak alami, maka wanita tersebut pun menawarkan persediaan makanan yang dia bawa dari kampung.

Akhirnya Wanita janda tanpa anak yang bernama Ruganda inipun menawarkan kepada cupak, agar cupak bersedia menjadi anak angkatnya, sebab selain tidak punya suami maupun anak Ruganda juga mempunyai banyak ternak seperti lembu dan kerbau untuk digembalakan, dan dia juga menawarkan hal tersebut kepada cupak supaya cupak dapat menjadi anak sekaligus pengembala ternak-ternaknya.

Ayam yang dari tadinya mengikuti cupak juga belum pergi, karena ayam itu tidak mau pergi, maka cupak pun memutuskan untuk membawa ayam itu pulang ke kampung.

***** 

Cupak telah beralih profesi menjadi pengembala lembu dan kerbau, dan dia juga selalu mengikut sertakan ayam hutan yang sangat dia sayangi, yang dia dapatkan ketika ayam tersebut terus mengikutinya beberapa bulan yang lalu.

Karena di mbal-mbal ( padang rumput ) sangat rame sekali orang pada hari itu, cupak pun mendekat menghampiri kerumunan orang-orang tersebut.

Ternyata orang-orang yang berkumpul, adalah orang-orang yang sedang berjudi sabung ayam, perjudian sabung ayam yang cupak saksikan inipun tidak tanggung-tanggung ramainya, selain dari pada orangnya rame, taruhannya juga sangat banyak, bahkan ada yang berani taruhan ber puluh ekor lembu maupun kerbau.

Ayam Kedep yang sedari tadi terus menerus memenangkan pertandingan sabung ayam tersebut, sudah berpuluh-puluh lembu dan kerbau menang, karena tidak pernah kalah, maka semua orang juga sudah enggan mempertarungkan ayam mereka dengan ayam Sikedep.

Karena kebetulan si cupak juga membawa ayam, maka Sikedep juga menantang Cupak agar mau menyabung ayamnya dengan ayam Kedep. “ saya tidak mau berjudi, karena selain ayam saya kecil, juga saya tidak punya uang untuk taruhan” ujar cupak kepada kedep.

“Wah kalau ayam kamu bisa menang dengan ayam saya, maka saya akan memberikan semuanya lembu dan kerbau yang sudah saya menangkan sebelumya” Ujar Kedep kepada cupak dengan sombongnya. “Namun jika ayam kamu yang kecil itu kalah, maka cukuphanya dengan memberikan bangkainya kepada saya, tanpa kamu harus bayar apa-apa sama saya” ujar kedep menambahkan.

Karena didesak terus oleh kedep dan juga orang-orang yang lainnya, cupak pun mengiakan pertandingan sambung ayamnya dengan ayam sikedep.

Namun keanehan juga terjadi pada saat itu, karena dalam waktu yang tidak begitu terlalu lama, ayam kedep berhasil mati dipatuk oleh ayam cupak. Cupak pun memenangkan pertandingan tersebut, dan membuahkan hasil seluruh ternak yang sudah dimenangkan kedep sebelumya kini berpindah tangan terhadapnya.

****
Hari semakin hari, bulan pun berlalu, cupak selalu memenangkan pertandingan sambung ayam, dan tentunya hal ini membuat cupak semakin kaya raya, dan diapun memutuskan untuk pindah ke kota bersama ibu angkatnya.

Kuda-kuda pun dibeli cupak sebagai pengangkutan sehari-hari di kota, dan penghasilan cupak juga bertambah banyak dengan usaha pengangkutan kuda di kota.

Karena berketepan dengan hari tiga (pekan) Tumba dan Gantang abang cupak juga turut serta pergi kesana untuk membawa hasil ladang mereka, seperti kemiri, daun kates, daun ubi, dan sayur sayuran lainnya.

Sesampainya di kota mereka berduapun memasarkan hasil pertanian mereka, tanpa disengaja cupak juga kebetulan melintas didepan kedua abangnya yang sedang berjualan, namun Tumba dan Gantang tidak mengenal lagi sesosok cupak, namun cupak masih mengenali keduanya.

“berapa harganya kalian jual barang dagangan kalian” kata cupak kepada Tumba dan Gantang. “Oh tidak mahal tuan, cukup dengan 5 stali saja, maka semua barang-barang kami boleh tuan ambil” kata Tumba dan Gantang kepada cupak.

“kalau begitu saya ambil semuanya” ujar cupak sambil memberikan uang 10 stali kepada tumba dan gantang.

“Namun ada syaratnya, minggu depan kalian harus membawa barang-barang kalian lebih banyak lagi dari pada barang-barang kalian hari ini” kata cupak, dan tumba dan gantang juga menyepakati permintaan cupak.

*****
Minggu berikutnyapun tiba, tumba dan gantang juga sudah sampai di kota, dan cupak juga sudah menunggu mereka ditempat sebelumnya. “Hari ini kalian tidak usah pulang dulu ke kampung, karena saya mempunyai rencana untuk membawa kalian berdua makan malam dan menginap di rumah saya” kata cupak kepada mereka. “wah tidak usah repot-repot tuan, sebab kami tidak pantas berada di rumah tuan” ujar tumba dan gantang sambil malu-malu.

“Wah nggap apa-apa, saya memang sudah merencanakan demikian” kata cupak lagi. Akhirnya tumba dan gantang sepakat untuk tidak pulang hari ini, namun memutuskan untuk menginap dirumah Cupak.

****   

Makan malam pun telah selesai, mereka pun akhirnya bercerita setelah itu, namun pada kenyataanya Tumba dan Gantang belum mengenai si Cupak.

Setelah cerita-cerita telah dimulai, cupak pun berkata kepada kedua abangnya, bahwa dialah cupak yang telah selamat dari ulah kedua abangnya yang telah menghanyutkanya beberapa tahun yang lalu.

Tumba dan Gantang sangat terkejut akan hal tersebut, namun cupak berkata “jangan takut karena saya tidak akan menuntut kalian berdua, sebab tanpa perbuatan kalian, nasib saya mungkin tidak akan pernah berubah seperti saat sekarangi ini” Ujar Cupak.

Merekapun saling maaf bermaafan pada saat itu, dan cupakpun akhirnya menyuruh kedua abangnya agar tinggal di kota, dan membuka usaha baru sebagai penyedia jasa transportasi kuda.

Turi-turin Kak Si Tangko Bunga

Sekali, lit me sekalak diberu tua-tua. Lit sada bungana man guro-guro kempu-kempuna. Sekali ku lau ia, itangko kak bunga e. Kabang kak das kayu. Idarami tua-tua enda bunga e. Idahna enggo ibabaken kak ku das kayu. Emaka nina, “O kak, kak, l...it tangkongko bungaku?” “Apai,” nina kak. Idahina eltep. Nina man eltep, “O eltep, eltep …… eltep sitik kak, kak tangko bungangku!” “Apai,” nina eltep. Lawes ia idahina piso, Nina man piso, O piso, gat-gat sitik eltep, eltep si la nggit ngeltep kak, kak tangko bungaku!” “Apai, nina Piso. Jenari lawes ia njumpai api. Nina man api, “O api, api, lebur sitik piso, piso si la nggit nektek eltep, eltep si la nggit ngeltep kak, kak tangko bungangku!” “Apai,” nian ka api. Idahina lau. Nina man lau, “O lau, lau nimpeti sitik api, api si la nggit ngelebur, ngelas piso, piso si la nggit nektek eltep, eltep si langgit ngeltep kak, kak tangko bunganku!” “Apai,” nina ka lau. Idahina ka uruk. Nina man uruk, “Tombeng sitik lau, lau si la nggit nimpeti api, api si la nggit ngelebur piso, piso si la nggit nektek eltep, eltep si la nggit ngeltep kak, kak tangko bungaku!” “Apai,” nina ka uruk. Idahina kerbo Ragas sitik uruk-uruk si la nggit ngegas uruk, uruk sila nggit nombeng lau, lau si la nggit nimpeti api, api si la nggit ngelebur piso, piso si la nggit nektek eltep, eltep sila nggit ngeltep kak, kak tangko bunganku. Apai nina kerbo. Idahina ka erpo, nina man erpo, “O erpo, erpo, rangke sitik kerbo, kerbo si la nggit ngegas uruk, uruk si la nggit nobeng lau, lau si la nimpeti api, api si la nggit ngelas piso, piso si la nggit nektek eltep, eltep si la nggit ngeltep kak, kak tangko bungangku!” “Apai,” nina erpo Idahina menci. Nina man menci, “O menci, menci, ketep sitik erpo, erpo si la nggit ngerangke kerbo, kerbo si la nggit ngegas uruk, uruk si la nobeng lau, lau si la nggit nimpeti api, api si la nggit ngelebur piso, piso si la nggit nektek eltep, eltep si la nggit ngeltep kak, kak tangko bungangku!” “Apai,” nina menci. Lawes ka ia ndahi kucing. Nina man kucing, “O kucing, kucing, pan sitik menci, menci si la nggit ngeltep erpo, erpo si la nggit ngerangke kerbo, kerbo si la nggit ngegas uruk, uruk si la nggit nobeng lau, lau si la nggit nimpeti api, api si la nggit ngelengas piso, piso si la nggit nektek eltep, eltep si la nggit ngeltep kak, kak tangko bungaku!” “Ue,” nina kucing erkiteken ia sangana melihe kal. Reh nina menci, “Ola aku ipan, kuetep gia erpo.” “Ola aku iketep, kurangke gia kerbo,” nina erpo. “Ola aku irangke, kuegas gia uruk,” nina kerbo. “Ola aku iegas, kutembeng gia lau,” nina uruk. “Ola aku itombeng, kunimpeti gia api,” nina lau. “Ola aku nimpeti, kulebur gia piso,” nina api. Ola aku ilebur, kutektek gia eltep,” nina piso. “Ola aku itektek, kueltep gia kak, kak tangko bunga,” nina eltep. “Ola aku ieltep kuulihken gia buga,” nina kak. Emaka iulihken kak bunga, tapi enggo erkubang-kubang.

Kak : dalam bahasa Indonesia, artinya Burung Gagak

Terimakasih

Saya sangat berterimakasih kepada orang-orang yang telah mengangkat tulisan saya ke media.
Pertama tulisan ini hanyalah merupakan sebuah comment foto di sebuah Group di Facebook yang kemudian di dokumenkan di Group oleh Gabriela Br.Ginting di Group SAPO HOLAND NL (http://www.facebook.com/groups/slipcorner/docs/#!/groups/sapoholland/) 

Kemudian tulisan ini di angkat oleh Bode Harto Tarigan kedalam KOMPASIANA.
Setelah saya membaca tulisan ini di KOMPASIANA (http://unik.kompasiana.com/2011/12/02/mengangkat-tulang-tulang-cara-orang-karo-menghormati-leluhurnya/), saya langsung membagikannya kedalam Group SAPO HOLAND NL dan mengucapkan terimakasih kepada Bode Harto yang telah memuat tulisan ini kedalam KOMPASIANA, namun tulisan ini dihapus Oleh Bode Haro Tarigan sendiri, karena terjadi perselisih pahaman antara angota didalam Group dengan sang kakak si pemilik foto, sampai-sampai saya sendiri dikatakan tidak jelas oleh kakak si pemilik foto tersebut, padahal saya hanya membagikan tautannya saja.
 

Namun inilah hidup, ada saja hal-hal yang dapat mengusik perasaan. Namun kali ini tulisan ini di angat kembali pada alamat http://www.sinabungjaya.com/?p=21139#comment-69285 dengan isi yang hampir sama. Tapi sebelumnya saya juga sudah memuat tulisan ini ke dokumen Ketaren Group (http://www.facebook.com/#!/groups/slipcorner/doc/325727327446644/)
Semoga tulisan saya bermanfaat bagi para pembaca sekalian, dan sekali lagi saya ucapkan terimakasih pada pihak-pihak yang telah mempublikasikan buah pikiran saya.

Jumat, 23 Desember 2011

KETAREN Group - Facebook Comunnity

http://www.facebook.com/groups/slipcorner/325669374119106/?ref=notif&notif_t=like#!/groups/slipcorner/

Ini merupakan link dari Ketaren Group.
Silakan bergabung disini, tanpa ada syarat dan ketentuan.

Group ini di bentuk sebagi media bagi Merga KETAREN dan semua yang berhubungan dengan KETAREN (Beru KETAREN Bere KETAREN) dan semua yang ingin mengenal KETAREN. Dan kami sangat senang bila Turang Senina bergabung di Group ini, serta berbagi bersama kami. BUJUR RAS MEJUAH-JUAH!

Sejarah Ketaren Mergana (Bulangta TOGAN RAYA)

MEGIT BRAHMANA
Pada abad 16, Seorang Guru Mbelin dari India bernama Megit Brahmana datang ke Tanah Karo. Kedatangan Megit Brahmana ke Tanah Karo pertama kali ke kampung Sarinembah, tempat seorang muridnya dulu di India berkasta Kstaria Meliala bermukim. Brahmana disebut juga golongan Sarma atau tertinggi dalam kasta di India.
Bersama muridnya ini Megit Brahmana berangkat menuju kuta Talun Kaban (sekarang Kabanjahe) dimana ada sebuah Kerajaan Urung XII Kuta yang rajanya adalah Sibayak Talun Kaban bermerga Purba.
Di daerah itu dia disambut hangat oleh Sibayak dan rakyatnya. Megit Brahmana menuturkan pada Sibayak ingin menyebarkan agama pemena (baca : Hindu) di daerah itu. Maksud kedatangan Megit dan muridnya ini disambut hangat oleh raja dan rakyatnya. Di daerah itu pula Megit Brahmana kemudian disegani sebagai pemuka agama. Sibayak lalu mengangkatnya sebagai penasehat pribadinya.
MEGIT BRAHMANA DAN GURU TOGAN RAYA
Suatu hari Sibayak menuturkan masalahnya pada Megit Brahmana kalau dia mempunyai permasalahan dengan Guru Togan Raya. Tanah-tanah perladangan rakyatnya di kampung Raya dan Samura telah direbut oleh Guru itu. Guru Togan Raya bermerga Ketaren adalah seorang dukun sakti yang disegani semua orang. Dia berasal dari kampung Raya. Namanya Togan berarti menentang siapa saja yang menghadangnya. Guru itu mempunyai kerbau banyak. Kemana saja kerbau yang digembalakannya pergi maka tanah itu menjadi miliknya. Orang-orang yang punya tanah tidak berani menentangnya. Siapa yang menentang berarti mati.
Sibayak mengharapkan bantuan Megit Brahmana untuk bernegoisasi dengan Guru Togan. Megit Brahmana dan muridnya orang Meliala tersebut menyanggupinya. Mereka lalu membuat tempat pemujaan di ladang-ladang rampasan Guru Togan Raya.
Suatu hari ketika sedang bersemedi, mereka bertemu Guru Togan Raya. Mereka tidak ada saling berucap kata-kata namun menyatukan batin. Mereka saling menghargai dan menghormati. Ternyata setelah bertutur, Megit Brahmana dan Meliala adalah Anak Beru Guru Togan Raya. Akhirnya mereka menyampaikan maksud tujuan mereka. Guru Togan Raya mengabulkannya. Semua tanah perladangan Sibayak Talun Kaban dikembalikannya.
Semua orang Purba dan anak berunya menyambutnya dengan sukacita. Sejak saat itu hubungan merga Purba dan Ketaren semakin harmonis. Tempat pemujaan itu kemudian dinamakan Barung-Barung Berhala, karena banyak patung-patung berhala pemujaan Guru Mbelin Mbelin Brahmana. Sekarang Barung Berhala telah menjadi Kuta Berhala.
MECU, MBARU, MBULAN
Karena keinginan Sibayak agar kedua Guru Mbelin itu tidak pergi dari kampungnya Talun Kaban, maka Sibayak mengawinkan mereka dengan gadis pilihan dari keluarganya. Guru Mbelin Brahmana akhirnya mendapat 3 putra yang kemudian diberi nama Mecu, Mbaru, dan Mbulan.
Suatu hari Sibayak Talun Kaban dan pengawalnya berburu babi hutan. Rombongannya menyusuri lembah lau Gurun dan sampai ke sebuah pokok kayu bernama ‘buah’. Tiba-tiba anjing yang menyertai mereka mengonggong ke satu tempat. Di situ ada seekor kepiting besar. Sibayak melemparkan lembingnya dari bekas kepiting itu keluar air jernih, tempat itu kemudian dinamakan Lau Cimba Simalem.
Kemudian Sibayak Talun Kaban, memindahkan kampungnya dari Talun Kaban ke seberang jurang sungai Lau Cimba Simalem. Kuta itu kemudian diberi nama Rumah Kabanjahe. Kabanjahe artinya hilir kaban, karena kampung ini dihilir kampung Kaban dari merga Kaban.
Di kampung itu berdiri Rumah Derpih, Rumah Selat, Rumah Buluh, Rumah Galuh untuk putera-putera Sibayak. Sementara Guru Mbelin Brahmana mendirikan rumah-rumah anaknya yang bernama Rumah Mecu, Rumah Mbaru, dan Rumah Mbulan.
Sementara Guru Mbelin Meliala mendirikan rumah anaknya di sebelah timur yang bernama Rumah Julu. Lalu berdiri pula Rumah Jahe dari merga Purba Kuta Kepar. Dan terakhir Rumah Bale juga dari merga Purba.
MECU BRAHMANA DAN KETURUNANNYA
Mecu Brahmana mempunyai keturunan. Keturunannya kemudian menyebar ke Bulan Julu dan Namo Cekala
Sedangkan di Rumah Mecu Kabanjahe keturunanannya mempunyai 4 rumah adat tetapi dibawah pengulu kesain Rumah Mbaru.
MBULAN BRAHMANA DAN KETURUNANNYA
Mbulan Brahmana mempunyai anak lelaki beberapa orang. Salah satunya menjadi pengulu di kesain Rumah Mbulan Tanduk. Rumah adatnya ada dua.
Salah seorang anak laki-lakinya yang paling sulung pergi merantau ke kaki Sinabung. Disana dia kawin dengan seorang Beru Perangin-angin dan mendapat beberapa orang anak. Suatu hari keluar dari sebuah lubang kerbau yang sangat banyak dan tidak habis-habisnya. Putera Mbulan Brahmana bersama anak-anaknya kemudian menutup lubang itu, Dari lubang itu akhirnya tumbuh Buluh Kayan yaitu bambu yang bertuliskan aksara Karo.
Buluh Kayan bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit. Orang-orang dari berbagai kuta berduyun-duyun datang ke kampung itu untuk berobat, Akhirnya kampung itu semakin ramai dan disebut Guru Kinayan yang berasal dari kata Guru Buluh Kayan.
Kemudian putra dari Brahmana di Guru Kinayan itu melanjutkan warisan bapanya sebagai Guru Kinayan. Sementara bapanya akan melanjutkan perjalanan. Mulai saat itu semua keturunannya disebut Sembiring Guru Kinayan.
Suatu saat datanglah musim kemarau. Anak Mbulan Brahmana dan puteranya yang lain mendaki Gunung Sinabung untuk melihat daerah mana yang ada airnya. Terlihat mereka sebuah kolam air di sebelah hilir Lau Biang.
Brahmana keturunan Mbulan itu melanjutkan perjalanannya ke kampung itu bersama anak laki-lakinya yang lain. Sementara anak laki-lakinya yang menjadi dukun penyembuh tetap tinggal di Guru Kinayan. Tibalah mereka di kampung Perbesi. Anak laki-lakinya kawin dengan Perangin-angin Sebayang. Keturunannyalah yang menjadi Brahmana Perbesi.
Brahmana keturunan Mbulan itu suatu hari menggembalakan kerbau-kerbaunya yang banyak dari Guru Kinayan dan mendirikan barung-barung di Limang. Kerbau-kerbau yang digembalakannya bertambah banyak. Akhirnya dia menetap di Limang. Keturunannya kemudian menjadi Brahmana Limang.
Salah seorang keturunan Brahmana Perbesi pergi ke Kuta Buara dan bermukim disana.
Sementara keturunannya yang lain pergi ke Bekawar di Langkat dan kawin dengan gadis disana. Keturunannyalah yang menjadi Brahmana Bekawar di Langkat Hulu. Keturunannya mendiami kampung Salapian dan Bahorok.
MBULAN BRAHMANA DAN KETURUNANNYA
Mbaru Brahmana kawin dengan Beru Purba. Keturunannya mendiami Rumah Mbaru di Kabanjahe. Salah satu kempunya mendirikan Rumah Kitik.
Salah satu keturunannya pindah ke kampung Singa. Keturunannyalah semua Brahmana Singa.
Keturunannya yang lain merantau ke Deli Tua. Disana dia kemudian menetap. Dan menjadi Anak Beru Deli Tua.
BRAHMANA, GURUKINAYAN, PANDIA, COLIA, MUHAM
Lima merga Sembiring yang disebut Sembuyak yaitu Brahmana, Gurukinayan, Pandia, Colia, dan Muham. Selain Gurukinayan yang memang berasal dari Brahmana, ketiga merga yang lain diduga mempunyai kasta yang sama di India. Kelima merga ini satu perahu dalam Kerja Mbelin Paka Waluh yaitu tradisi menghanyutkan abu pembakaran mayat (ngaben) ke sungai Lau Biang yang dipercaya akan bertemu dengan sungai Gangga di India.

Kelima sembuyak ini kemudian sepakat kalau keturunan mereka tidak boleh saling mengawini. Perjanjian kelimanya dilakukan di sebuah kuta yang kemudian disebut Limang.Semoga Bisa Menambah Wawasan Kita Bersama Tentang KETAREN MERGANABila ada kekurangan dan kesilapan mohon di koreksi,untuk mengurang kesalahan yang di tulis,agar sejarah KETAREN MERGANA tidak salah selamanya.BUJUR.